Siapa Membeli Syurga?
Untuk urusan uang dan harta benda, manusia cenderung lebih teliti dalam hal berhitung untung ruginya. Sebagai contoh, ketika Anda memiliki uang sejumlah Rp 10.000, lalu Anda berikan kepada orang lain setengahnya, maka tentu jumlahnya tinggal Rp 5.000. Atau Anda memiliki sekarung beras, Anda sumbangkan setengahnya, tentu yang tersisa setengah karung lagi. Secara matematis, memang demikianlah perhitungannya. Namun perhitungannya akan sangat berbeda, ketika uang maupun beras itu Anda niatkan untuk bersedekah karena Allah I. Harta Anda bukannya berkurang, tapi justru telah dilipatgandakan menjadi 700 kali lipat. Anda mungkin belum percaya, tapi inilah di antara keajaiban sedekah.
MENGUNGKAP KEAJAIBAN SEDEKAH
Dilipatgandakan hingga 700 Kali Lipat
Allah Shubhaanahu wa Taala berfirman, artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Mahamengetahui.” (QS. Al Baqarah: 261).
Abu Mas’ud Al Anshari Radhiyallahu Anhu berkata, “Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan menuntun seekor unta yang dicocok hidungnya. Kemudian ia berkata, “Unta ini saya pergunakan untuk berperang di jalan Allah, wahai Rasulullah.” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pun bersabda, “Kamu akan mendapatkan tujuh ratus unta semisal itu pada hari kiamat, semuanya dicocok hidungnya.” (HR. Muslim).
Sedekah, Perdagangan yang Tak Pernah Rugi
Marilah bersama-sama kita cermati sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berikut ini. Dari Abu Hurairah ra, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa bersedekah meskipun seharga kurma, namun dari hasil yang baik – dan Allah tidak akan menerima sesuatu kecuali yang baik – sesungguhnya Allah akan menerima sedekah kurma tersebut dengan Tangan Kanan-Nya. Kemudian Dia akan menggandakannya untuk orang yang bersedekah, sebagaimana salah seorang di antara kalian memelihara seekor anak kuda, sehingga sedekah tersebut menjadi sebesar gunung.” (HR. Bukhari).
Mengapa diumpamakan dengan harga kurma? Agar tidak ada seorang pun yang beralasan, “Aku tidak memiliki apa pun yang bisa disedekahkan.” Atau berdalih, “Aku hanya punya sedikit harta. Untuk menghidupi diri dan keluarga saja tidak cukup. Bagaimana mau bersedekah?”
Dalam hadits di atas pula, mengapa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengaitkan pelipatgandaan satu dirham sedekah dengan pengembangbiakan anak kuda? Sebagian ulama menjelaskan, “Karena pengembangbiakan kuda membutuhkan perhatian khusus. Si pemilik kuda sampai rela menghabiskan waktunya demi pemeliharaan hewan tersebut, dan setiap hari ia akan selalu mencermati perkembangan hewan piaraannya itu.”
Pernahkan Anda memperhatikan bagaimana pertumbuhan seorang anak dalam perawatan ibunya? Setiap hari, anaknya tumbuh makin besar di depan matanya. Demikianlah – dan bagi Allah permisalan yang Maha tinggi – Allah juga memelihara dan mengembangkan sedekah yang Anda berikan.
Pada hari kiamat kelak, Anda akan menghadap Allah, dan mendapati apa yang Anda sedekahkan telah dikembangkan oleh Allah. Ketika mendapati harta yang Anda sedekahkan menjadi berlimpah ruah, Anda akan terkejut dan – barangkali – akan berkata, “Ya Rabbi, apakah Engkau mengajakku bercanda? Benarkah harta yang aku sedekahkan di dunia menjadi berlimpah sebanyak ini?” Ya, Allahlah yang mengembangkannya untuk Anda! Bayangkan, ketika Anda menyedekahkan sesuatu lalu Anda lupa dengan sedekah Anda tersebut, kemudian Anda meninggal dalam keadaan tidak mengetahui bahwa Allah mengembangkan sedekah tersebut untuk Anda, yaitu sejak Anda mengeluarkannya hingga hari kiamat.
Lalu datanglah hari kiamat. Ketika itu Anda mendapati apa yang Anda sedekahkan telah menjelma menjadi sesuatu yang berlimpah ruah dan menggunung. Allah telah melipatgandakan sedekah tersebut untuk Anda.
Akan tetapi, hal yang penting yang harus diperhatikan dalam berinfak adalah ‘harus berasal dari harta yang halal’. Sebab Allah akan menerimanya dengan Tangan Kanan-Nya. Oleh karena itu, setiap kali ‘Aisyah – radhiyallahu ‘anha – ingin bersedekah, ia mengambil dirham yang dimilikinya, kemudian ia celupkan ke dalam wewangian sebelum ia berikan kepada orang fakir. Ia tidak pernah sekalipun memilih hartanya yang terjelek untuk disedekahkan. Ketika ditanya alasannya, ia menjelaskan, “Sesungguhnya sedekah itu lebih dahulu sampai pada kedua tangan Allah sebelum sampai pada kedua tangan si fakir.”
HINDARI NERAKA DENGAN SEDEKAH
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Jauhilah api neraka walaupun hanya dengan sepotong kurma.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lihatlah keagungan berinfak! Separuh buah kurma dapat menyelamatkan Anda dari api neraka. Sampai-sampai, seandainya Anda tidak memiliki apa pun kecuali hanya sebutir kurma yang Anda harus membelahnya menjadi dua, Anda makan setengahnya dan setengah lagi Anda infakkan kepada fakir miskin.
Jika demikian, apa lagi yang kita tunggu? Marilah kita berinfak! Sedekahkanlah barang yang paling Anda sukai. Anda Subhaanahu wa Taala berfirman, artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali ‘Imran: 92).
Sedekah dapat meredakan kemurkaan Allah Subhaanahu wa Taala, sebagaimana air yang dapat memadamkan api. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Buatlah dinding antara dirimu dan api neraka walaupun hanya dengan sebutir kurma.” (HR. Ath-Thabrani, ).
MISKIN, BUKAN ALASAN TIDAK BERINFAK
Inilah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam yang telah mengajarkan kepada para sahabatnya tentang kebesaran dan kemuliaan berinfak dan bersedekah. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepada Bilal, padahal ia adalah seorang fakir lagi lemah, “Wahai Bilal, berinfaklah! Jangan takut kekurangan dari Zat yang mempunyai langit.” (Shahih al Jami’).
Kalau kepada orang yang miskin dan lemah saja, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menganjurkan seperti itu, lalu apa kira-kira yang akan beliau sabdakan kepada orang-orang yang kaya?
Pada peristiwa perang Tabuk, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membuka kesempatan kepada para sahabatnya untuk bersedekah sebagai bekal pasukan perang. Maka berinfaklah para sahabat, kaya maupun miskin. Abu Bakar menginfakkan seluruh hartanya. Umar bin Khattab menginfakkan setengah hartanya. Utsman bin Affan menginfakkan 100 kuda dan 300 unta lengkap dengan pelananya (dalam riwayat lain disebutkan 900 unta dan 100 kuda). Kaum wanita pun tak ketinggalan menginfakkan perhiasan-perhiasan mereka.
Namun ada pula para sahabat yang karena kemiskinan mereka hanya mampu menginfakkan 60 gantang sampai 120 gantang kurma. Kurma yang sedikit untuk membekali pasukan yang berjumlah besar? Benar, ia sedikit. Akan tetapi, yang mereka infakkan adalah seluruh dari apa yang mereka punyai. Mereka ingin memberikan makan kepada tentara berhari-hari. Bagi sebagian orang, mungkin infak mereka tersebut tidak berarti. Akan tetapi bagi mereka, infak tersebut banyak. Begitu juga di sisi Allah. Infak tersebut banyak, dan sangat banyak. Namun kaum munafikin mengolok-ngolok pemberian infak yang sedikit ini. Allah Subhaanahu wa Taala pun menurunkan sebuah ayat sebagai pembelaan terhadap orang-orang miskin yang gemar berinfak tersebut; “(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekadar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.” (QS. At-Taubah: 79).
Ada pula sekelompok sahabat yang fakir yang hanya dapat menangis karena kehilangan kesempatan berjihad dengan jiwa dan harta mereka. Tak ada sarana untuk mengikutkan dan memberangkatkan mereka bersama pasukan. Allah pun menurunkan ayat untuk mereka, “Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata, “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu”. Lalu mereka kembali, sedangkan mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” (QS. At-Taubah: 92).
Cermatilah, wahai hamba Allah yang dianugerahi limpahan harta! Ada sahabat yang bercucuran air mata karena tak punya harta benda untuk diinfakkan di jalan Allah. Bandingkan dengan kebanyakan orang berada di zaman sekarang ini. Mereka pun menangis, tapi karena takut kehilangan harta mereka.
SI BAKHIL YANG MERUGI
Allah Subhaanahu wa Taala berfirman, artinya: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. At-Taubah: 34).
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidaklah ada satu hari, di mana para hamba dapat berpagi-pagi di dalamnya kecuali akan turun dua malaikat (ke muka bumi). Salah seorang di antara keduanya berkata, “Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang bersedekah.” Sedangkan yang satu lagi berkata, “Ya Allah, musnahkanlah harta orang yang menahan hartanya tak mau bersedekah.” (HR. Bukhari).
Cermatilah hadits di atas! Malaikat pertama memohon kepada Rabbnya dengan berkata, “Ya Allah, siapa saja yang menyedekahkan hartanya, gantilah sedekahnya dengan sesuatu yang lebih baik.” Sedangkan malaikat lainnya menyeru kepada Rabbnya, “Ya Allah, siapa saja yang pelit terhadap hartanya dan tidak mau bersedekah, musnahkanlah hartanya.”
Bayangkanlah, seandainya harta Anda melimpah! Jika Anda kikir kepada Allah dengan harta Anda, pada hakikatnya Anda tidaklah berbuat kikir kepada Allah, akan tetapi pada diri Anda sendiri. Sebagaimana firman Allah; “Dan siapa saja yang kikir, sesungguhnya ia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allahlah Yang Mahakaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan-Nya.” (QS. Muhammad: 38).
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Berinfaklah dan janganlah kamu menghitung-hitung hartamu, karena Allah juga akan menghitung-hitung rezeki-Nya untukmu. Dan janganlah engkau bakhil dengan hartamu, karena Allah juga akan bakhil kepadamu.” (HR. Bukhari).
Sesuatu yang sangat mungkin terjadi adalah, pada suatu hari, Anda atau anak Anda akan tertimpa musibah. Atau, Anda akan kehilangan sesuatu yang Anda miliki. Oleh karena itu, sedekahkanlah harta Anda pada jalan yang benar, dan Allah yang akan melipatgandakannya.
Wallahu waliyyuttaufiq
***
Sumber: Siapa Membeli Surga? Karya DR. Raghib As-Sirjani dan Amru Khalid.
klik disini untuk file pdf
Belum ada Komentar untuk "Siapa Membeli Syurga?"
Posting Komentar