Dilema Kurikulum Pendidikan di Indonesia Jumat, 08 Februari 2013 Tambah Komentar Edit Kurikulum Pendidikan di Indonesia yang telah mengalami banyak perubahan sejak tahun 1947 sampai dengan sekarang 2013, dimana tahun ini juga menjadi tonggak baru di dunia pendidikan Indonesia karena direncanakan akan diberlakukannya kurikulum baru mulai tahun pelajaran 2013/2014 semester ganjil. Sebagai seorang guru, orang tua, dan masyarakat yang cinta akan Indonesia, saya sangat mengharapkan perubahan yang lebih baik di kurikulum pendidikan Indonesia. Kenapa perubahan Kurikulum Pendidikan di Indonesia penting? Para ahli sudah memberikan pendapat mereka kenapa perubahan kurikulum di Indonesia sangat di perlukan, tetapi saya tidak menulis apa yang mereka katakan. Saya hanya coba menuliskan apa yang baru saya lihat dimana seorang bapak menemani anaknya mengerjakan tugas dari sekolah dan anaknya sekarang duduk di kelas 2 Sekolah Dasar. Sewaktu sang bapak mendampinginya belajar, si bapak merasa berdosa karena dia sudah menumbuhkan benih-benih untuk korupsi dan berbohong di dalam diri anaknya. Kenapa hal itu bisa terjadi?, mari kita olah TKP. Anaknya yang duduk di kelas 2 SD pulang kerumah dengan semangat membawa tugas dari gurunya, yaitu tugas Matematika. Dia tidak langsung mengerjakan tugasnya tetapi dia menunggu papanya pulang dari sekolah yang juga seorang guru Matematika. Setelah papanya pulang, si anak menunjukkan tugas yang harus dikerjakan kepada papanya, oh hanya satu saja soalnya kata papanya ya sudah kerjakan lanjutnya lagi. Pertanyaan di buku itu yang harus dikerjakan adalah "Ukurlah benda-benda disekitarmu. Gunakan jengkal dan depa tanganmu. Kemudian tuliskan hasilnya pada tabel berikut. [di buku ada tabelnya]" Lalu anaknya menuliskan benda-benda disekitarnya yang dapat diukurnya dengan jengkalnya, mulai dari meja makan, buku, kursi, lemari buku, kulkas dan lemari pakaian. Mulailah si anak mengukur satu persatu barang-barang yang dilihatnya dengan menggunakan ukuran jengkal, ketika si anak mengukur bukunya si anak memanggil papanya karena dia menemukan satu masalah. Terjadilah percakapan antara bapak dan anaknya sebagai berikut: Anak: pa.. berapanya lebar buku ini? Bapak: ya ukurlah dengan jengkal mu. Anak: Lihat ini pa.. [langsung mempraktekkan mengukur bukunya] panjangnya kan dua jengkal, tapi lebarnya ini ha.....[tangannya mengukur lebar buku, ternyata lebar buku lebih dari satu jengkal dan tidak sampai dua jengkal atau satu setengah jengkal] Bapak: Ya sudah tulislah lebarnya satu setengah jengkal. Anak: gimana pa.. menulis setengah Bapak: ...[tersadar anaknya masih kelas 2 SD belum mengenal atau belajar tentang pecahan, untuk mempersingkat permasalahan akhirnya si bapak mengambil kesimpulan] ya sudah buat saja lebarnya 2 jengkal. Anak: tidak apa-apa itu pa.. Bapak: tidak [si anak terus mengerjakan tugasnya sapmpai selesai] Nah itulah kejadian sederhana antara bapak dan anak dimana si bapak sudah mengajarkan si anak untuk berbohong dan korupsi [Berbohong: Anak mengukur satu setengah jengkal ditulis dua jengkal dan Korupsi: seharusnya satu setengah jadi dua] Siapa yang salah? Saya tidak jawab secara langsung yang salah adalah si bapak atau yang salah adalah kurikulumnya, hanya sekedar gambaran akan keadaan kurikulum kita yang masih perlu perbaikan disemua aspek termasuk buku-buku pelajaran. Saya juga berharap jika nanti si anak sudah besar dan membaca tulisan ini dia mengerti kenapa bapaknya mengambil kesimpulan seperti diatas dimana si bapak tidak ada niat untuk menumbuhkan benih yang tidak baik dalam dirinya. permasalahan diatas masih sederhana, masalah yang lebih kompleks lagi tentang kurikulum pendidikan kita ada di bangku SMA, dimana pelajaran Matematika dengan Fisika yang seharusnya saling mendukung di pelaksanaanya tetapi tidak di dukung oleh kurikulum. Banyak materi atau pokok bahasan di matematika yang sudah dipakai penerapannya di fisika tetapi belum dipelajari di pokok bahasan matematika sesuai kurikulum [misal: trigonometri yang sudah diterapakan di fisika semester ganjil tetapi di matematika di pelajari semester genap, begitu juga untuk turunan dan integral]. Akibatnya guru fisika kesulitan menerapkan hukum-hukum fisikanya karena matematikanya belum dipahami oleh peserta didik. Harapan di Kurikulum 2013 nanti memperhatikan permasalahan-permasalahan seperti diatas untuk perbaikan. Sistem pendidikan yang diterapkan sekarang ini masih perlu dilakukan perbaikan, mari kita simak bagaimana cara kreatif meminta perbaikan sistem pendidikan; Sumber https://www.defantri.com/ Bagikan Artikel ini
Belum ada Komentar untuk "Dilema Kurikulum Pendidikan di Indonesia"
Posting Komentar